Jumat, 02 Juli 2010

PENGANTAR PENDIDIKAN

Pengantar Pendidikan

1. Pengertian pendidikan dan pengajaran

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Inti pendidikan (secara formal) adalah mengajar, sedangkan inti pengajaran adalah belajar. Dalam pendidikan terlibat komponen-komponen: mengajar dan belajar. Mengajar terdapat guru, sedangkan belajar terdapat murid. Hadiyanto (2006) menyebut kedua hal itu sebagai proses belajar-mengajar, yang dijelaskan sebagai interaksi antara guru (pembelajar) dengaan murid (pebelajar) secara timbal balik berdasarkan seperangkat kurikulum yang didukung oleh sarana dan prasarana.

Sejalan dengan Hadiyanto, Purwanto (2006) menjelaskan bahwa dalam pengajaran terdapat guru dan murid, tujuan, bahan ajar, sarana dan prasana, metode, dan penilaian. Purwanto memandang bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.

Dengan demikian, pengajaran adalah proses interaksi antara guru dan murid untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan kurikulum yang berlaku.


2. Subjek Pendidikan

Tujuan Pendidikan

Dasar utama tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, keterampilan, pengetahuan, serta pertimbangan, dan kebijaksanaan.


Objek dan Subjek Pendidikan

A. Objek

Yang dimaksud dengan objek atau sasaran evaluasi pendidikan ialah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan/proses pendidikan, yang dijadikan titik pusat perhatian/pengamatan, karena pihak penilai/evaluator ingin memperoleh informasi tentang kegiatan/proses pendidikan tersebut. Salah satu cara untuk mengetahui objek dari evaluasi pendidikan adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga segi, yaitu segi input; transformasi; dan output.

1. Input

Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, input tidak lain adalah calon siswa. Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari segi yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidak-tidaknya mencakup 4 hal.

a. Kemampuan

Untuk dapat mengikuti program pendidikan suatu lembaga/sekolah/institusi maka calon peserta didik harus memiliki kemampuan yang sepadan atau memadai, sehingga nantinya peserta didik tidak akan mengalami hambatan atau kesulitan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini disebut Attitude Test.

b. Kepribadian

Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku. Dalam hal-hal tertentu, informasi tentang kepribadian sangat diperlukan, sebab baik-buruknya kepribadian secara psikologis akan dapat mempengaruhi mereka dalam mengikuti program pendidikan. Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang disebut Personality Test.

c. Sikap

Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka informasi mengenai sikap seseorang penting sekali. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang dinamakan Attitude Test. Oleh karena tes ini berupa skala, maka disebut dengan Attitude Scale.

d. Inteligensi

Untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang digunakan tes inteligensi yang sudah banyak diciptakan oleh para ahli. Seperti, tes Binet-Simon (buatan Binet dan Simon), SPM, Tintum, dsb. Dari hasil tes akan diketahui IQ (intelligence Qoutient) yaitu angka yang menunjukkan tinggi rendahnya inteligensi seseorang tersebut.







2. Transformasi

Transformasi yang dapat diibaratkan sebagai “mesin pengolah bahan mentah menjadi bahan jadi”, akan memegang peranan yang sangat penting. Ia dapat menjadi faktor penentu yang dapat menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan; karena itu objek-objek yang termasuk dalam transformasi itu perlu dinilai/dievaluasi secara berkesinambungan. Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian demi diperolehnya hasil pendidikan yang diharapkan antara lain:

a. Kurikulum/materi pelajaran,

b. Metode pengajaran dan cara penilaian,

c. Sarana pendidikan/media pendidikan,

d. Sistem administrasi,

e. Guru dan personal lainnya dalam proses pendidikan.

3. Output

Sasaran evaluasi dari segi output adalah tingkat pencapaian atau prestasi belajar yang berhasil diraih peserta didik setelah mereka terlibat dalam proses pendidikan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Alat yang digunakan untuk mengukur pencapaian ini disebut Achievement Test.

B. Subjek

Subjek/pelaku evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat disebut subjek evaluasi untuk setiap tes ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku, karena tidak setiap orang dapat melakukannnya.

Dalam kegiatan evaluasi pendidikan di mana sasaran evaluasinya adalah sasaran belajar, maka subjek evaluasinya adalah guru atau dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu. Jika evaluasi yang dilakukan itu sasarannya adalah peserta didik, maka subjek evaluasinya adalah guru atau petugas yang sebelum melaksanakan evaluasi tentang sikap itu, terlebih dahulu telah memperoleh pendidikan atau latihan mengenai cara-cara menilai sikap seseorang. Adapun apabila sasaran yang dievaluasi adalah kepribadian peserta didik, di mana pengukuran tentang kepribadian itu dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa tes yang sifatnya baku (Standardized Test), maka subjek evaluasinya tidak bisa lain kecuali seorang psikolog; yaitu seseorang yang memang telah dididik untuk menjadi tenaga ahli yang profesional dibidang psikologi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping alat-alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kepribadian seseorang itu sifatnya rahasia, juga hasil-hasil pengukuran yang diperoleh dari tes kepribadian itu, hanya dapat diinterpretasi dan disimpulkan oleh para psikolog tersebut, tidak mungkin dapat dikerjakan oleh orang lain.

3. Landasan Pendidikan

a. Filosofi

Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia akan bisa (mengajar) bayi mereka sebelum kelahiran.

Banyak orang yang lain, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."

Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam -- sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka -- walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.

b. Yuridis

UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas

Bagian Ketujuh: Pendidikan Anak Usia Dini

Pasal 28

(1) Pendidikan dasar usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal.

(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Penjelasan

Pasal 28

(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasayarat untuk mengikuti pendidikan dasar.

  1. Cukup jelas


(3) Taman kanak-kanak (TK) menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Raudhatul Athfal (RA) menyelenggarakan pendidikan keagamaan Islam yang menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi diri seperti pada taman kanak-kanak.

(4) Cukup jelas

(5) Cukup jelas

(6) Cukup jelas

c. Psikologi

Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri.a. Psikologi Perkembangan Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah : (Nana Syaodih, 1988)1. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual. Sementara itu Stanley Hall penganut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi membagi masa perkembangan anak sebagai berikut (Nana Syaodih, 1988)1. Masa kanak-kanak ialah umur 0 – 4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.2. Masa anak ialah umur 4 – 8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu3. Masa muda ialah umur 8 – 12 tahun sebagai manusia belum berbudaya4. Masa adolesen ialah umur 12 – dewasa merupakan manusi berbudaya b. Psikologi BelajarBelajar adalah perubahan perilaku yang relative permanent sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bias melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikan kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut :

1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.

2. Pengulangan, situasi dan respon anak diulang-ulang atau dipraktekkan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat.

3. Penguatan, respon yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respon itu.

4. Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar.

5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak

6. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar

7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar

8. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh factor-faktor dalam pengajaran.

d. Sosiologis

a. Pengertian Landasan Sosiologis

Dasar sosiolagis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat.Sosiologi pendidikan merupakan analisi ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi pendidikan meliputi empat bidang:

1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.

2. Hubunan kemanusiaan.

3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.

4. Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.

b. Masyarakat indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional

Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan komplek.

Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan KeBhineka tunggal Ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah (umpamanya dengan pelajaran PPKn, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan muatan lokal), maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran)


4. Jenjang pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

  • Pendidikan anak usia dini

Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

  • Pendidikan dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

  • Pendidikan menengah

Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun

  • Pendidikan tinggi

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Mata pelajaran pada perguruan tinggi merupakan penjurusan dari SMA, akan tetapi semestinya tidak boleh terlepas dari pelajaran SMA.

  • Materi pendidikan

Materi Pendidikan harus disajikan memenuhi nilai-nilai hidup. nilai hidup meliputi nilai hidup baik dan nilai hidup jahat. penyajiannya tidak boleh pendidikan sifatnya memaksa terhadap anak didik, tetapi berikan kedua nilai hidup ini secara objektif ilmiah. dalam pendidikan yang ada di Indonesia tidak disajikan nilai hidup, sehingga bangsa Indonesia menjadi kacau balau seperti sekarang ini.


5. Jalur pendidikan

Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

  • Pendidikan formal

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.

  • Pendidikan nonformal

Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan.

Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar.

Pendidikan lanjutan meliputi program paket C(setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terogranisasi maupun tidak terorganisasi.

Pendidikan Non Formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC)yang menjadi bagian komponen dari Community Center.

  • Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

  1. Jenis pendidikan

Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

    • Pendidikan umum

Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

    • Pendidikan kejuruan

Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).jenis ini termasuk ke dalam pendidikan formal.

    • Pendidikan akademik

Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.

    • Pendidikan profesi

Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.

Salah satu yang dikembangkan dalam pendidikan tinggi dalam keprofesian adalah yang disebut program diploma, mulai dari D1 sampai dengan D4 dengan berbagai konsentrasi bidang ilmu keahlian. Konsentrasi pendidikan profesi dimana para mahasiswa lebih diarahkan kepada minat menguasai keahlian tertentu. Dalam bidang keahlian dan keprofesian khususnya Desain Komunikasi Visual terdapat jurusan seperti Desain Grafis untuk D4 dan Desain Multimedia untuk D3 dan Desain Periklanan (D3). Dalam proses belajar mengajar dalam pendidikan keprofesian akan berbeda dengan jalur kesarjanaan (S1) pada setiap bidang studi tersebut.

    • Pendidikan vokasi

Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).

    • Pendidikan keagamaan

Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.

    • Pendidikan khusus

Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB).



















BAB II

UNSUR - UNSUR TERSELENGGARAKAN

PROSES PENDIDIKAN

1. Kurikulum

Selayang Pandang Perjalanan Kurikulum Nasional

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

a. Kurikulum 1968 dan sebelumnya

Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

b. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut.

Berorientasi pada tujuan

  1. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.

  2. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

  3. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.

Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.

    • Kurikulum 1984

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah

  2. Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik

  3. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah

  4. Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.

  5. Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.

  6. Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.

  2. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

  3. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.

  4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.

  5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.

  6. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.

    • Kurikulum 1994

Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.

Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut.

  1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan

  2. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)

Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.

Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.

Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.

Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran

Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu

Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.

Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.

Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.

Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.

Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasi kannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.

Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.


    • Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004

Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.

Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagai sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Kurikukum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.

Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.


Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut.



(1) Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.

(2) Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.

(3) Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.

(4) Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.

(Puskur, 2002a).


Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).

Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:

  1. Pemilihan kompetensi yang sesuai;

  2. Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;

  3. Pengembangan sistem pembelajaran.

  4. Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

    2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

    3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

    4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

    5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

(Puskur, 2002a).

Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika, Kompetensi dasar matematika merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran matematika. (Puskur, 2002b). Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika merupakan gambaran kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.

Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.

Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.

Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.




    • Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.

Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.

Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:

  1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

  2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

  3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

  4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

  5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.


2. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dazn merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.

3. Sarana dan Prasarana

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Sarana dan Prasarana.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).


DAFTAR PUSTAKA



http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan#Jenjang_pendidikan


http://syamsulberau.wordpress.com/2007/11/16/landasan-pendidikan/


http://sumarjispendu.blogspot.com/2008/06/ideologi-pendidikan-dan-pengajaran.html?zx=2b3785facce1a5f0


http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/tugas-kuliah-lainnya/objek-dan-subjek-evaluasi-pendidikan


http://www.bpkpenabur.or.id/id/node/3567


http://fatamorghana.wordpress.com/2008/07/12/bab-iii-landasan-dan-asas-asas-pendidikan-serta-penerapannya/


http://fatamorghana.wordpress.com/2008/07/11/bab-ii-pengertian-dan-unsur-unsur-pendidikan/


http://rbaryans.wordpress.com/2007/05/16/bagaimanakah-perjalanan-kurikulum-nasional-pada-pendidikan-dasar-dan-menengah/


http://www.bsnp-indonesia.org/standards-sarana.php




PROPOSAL ANALISIS NOVEL LASKAR PELANGI


P R O P O S A L


ANALISIS PENOKOHAN

ANTARA NOVEL DAN FILM

LASKAR PELANGI ”

Andrea Hirata








Disusun oleh :

AHMAD ZAMRONI

(086008)

2008-E


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

JOMBANG

2009




KATA PENGANTAR


Alhamdulillahirobbil ‘alamiin, puji syukur penulis kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul ANALISIS PENOKOHAN ANTARA NOVEL DAN FILM “ LASKAR PELANGI ” Andre Hirata .

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal penelitian ini dapat diselasaikan derkat dorongan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

  1. Winardi, SH. M.Hum, selaku ketua STKIP PGRI JOMBANG

  2. Faizun, S.Pd. M.Ag. selaku dosen pembimbing

  3. Perpustakaan STKIP PGRI JOMBANG

  4. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan sesuai rencana.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proposal ini. Oleh karena itu, sepenuhnya kritik dan saran dari semua pihak sangatlah diharapkan.

Akhirnya semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi para pembanca umumnya, dan khususnya bagi penulis.


Jombang, 19 Juli 2009

Penulis


AHMAD ZAMRONI


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

    1. Latar belakang 1

    2. Permasalahan 2

      1. Batasan masalah 2

      2. Rumusan masalah 3

    3. Tujuan penelitian 3

      1. Tujuan umum 3

      2. Tujuan khusus 3

    4. Manfaat penelitian 4

      1. Manfaat teoristis 4

      2. Manfaat praktis 4

BAB II LANDASAN TEORI 5

2.1 Pengertian novel 5

2.2 Pengertian tokoh 5

2.3 Fungsi tokoh 6

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8

3.1 Sumber data dan data penelitian 8

3.2 Cara kerja penelitian 8

3.3 Teknik pengumpulan data 9

3.4 Anggaran penelitian 10

JADWAL PENELITIAN 0

RAGANGAN SEMENTARA HASIL PENELITIAN 11

DAFTAR PUSTAKA 13



BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra tidak lepas dari masyarakat. Sastra lahir dari proses imajinasi seorang pengarang, serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang ada disekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat (Jabrohim, 2003:59). Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu ada di tengah peradaban manusia tidak dapat ditolak bahkan kehadiranya diterima sebagai realitas budaya.

Karya sastra tidak hanya dinilai sebagai karya seni yang mengandung nilai-nilai yang terbungkus dalam imajinasi dan emosi penghayatan pengarang. Sastra sebagai suatu karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual disamping konsumsi emosional (Semi, 1990:1).

Laskar Pelangi adalah novel karya Andre Hirata yang menyentuh sekaligus jenaka, membangkitkan semangat melawan berbagai bentuk batasan struktur, dan menunjukkan bahwa kejayaan bisa diraih oleh siapapun, jika mau berusaha.

Nama Andrea Hirata Seman Said Harun, atau yang lebih sering dikenal dengan Andrea Hirata, menjadi tersohor di dunia sastra setelah buku pertama dalam tetraloginya, yaitu Laskar Pelangi menyentuh hati banyak kalangan. Pria yang mengenyam pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (S1), Universite de Paris Sorbonne Perancis dan Sheffield Hallam University Inggris (S2) ini ternyata rela menyebrangi rawa untuk makan buah hutan dan pernah mencoba kopi yang bikin ‘fly’.

Andrea Hirata akhirnya dengan sadar menjerumuskan diri ke dalam penulisan buku fiksi. Sejatinya, Laskar Pelangi merupakan buku pertama dari sebuah karya tetralogi. Setelah Sang Pemimpin , berikutnya berturut-turut akan terbit dua judul lagi, yakni: Edensor dan Maryamah Karpov yang dinanti-nanti para pembaca setianya.

Kiranya Laskar Pelangi menjadi pintu pembuka bagi pria lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) ini untuk masuk lebih jauh lagi ke “jalan sunyi” sastra. Laskar Pelangi pula yang telah membuatnya menjadi semacam selebritis di jagad sastra, meskipun ditampik mati-matian oleh yang bersangkutan.

Ekor kesuksesan Laskar Pelangi ditandai pula oleh diterbitkannya buku tersebut dalam edisi bahasa Melayu di Malaysia. Konon menjadi best seller di negeri jiran itu. Berkah lainnya adalah sudah ada pula tawaran untuk mengangkat kisah Ikal dkk ini ke layar lebar. Gosipnya, sutradara bertangan dingin, Riri Reza, yang menggarapnya.

(Sumber:http://perca.blogspot.com/2007/06/profil-andrea-hirata.html)


1.2 Permasalahan

1.2.1 Batasan Masalah

Masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah pebandingan penokohan antara novel dan film Laskar Pelangi. Agar pembahasan tidak meluas, maka peneliti membatasi bagaimana penokohan yang diperankan dalam novel dan apa perbedaanya dengan yang ada dalam film.


1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Adakah perbedaan tokoh antara novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ?

  2. Bagaimana tokoh tersebut memainkan film cerita Laskar Pelangi yang ada dalam novel ?


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu bagaimana para tokoh film Laskar Pelangi memfilmkan novel tersebut, dan apakah penokohan yang di gunakan sudah sesuai dengan apa yang ada dalam novel.


1.3.2 Tujuan Khusus

  1. Mendiskripsikan bagaimana para tokoh yang bermain dalam film Laskar Pelangi.

  2. Menjelaskan perbedaan apa yang nampak antara novel dan film Laskar Pelangi.





1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoristis

  1. Secara teoristis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi pengembangan ilmu sastra, khususnya dibidang perfilman yang mengambil cerita dari sebuah novel.

  2. Dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi pengembang ilmu kebudayaan dan teologis.



1.4.2 Manfaat Praktis

  1. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan refrensi bagi guru dalam kegiatan proses pembelajaran apresiasi sastra.

  2. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai refrensi bagi penelitian lain yang akan mengkaji novel Laskar Pelangi dari sisi lain.










BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Novel

Novel adalah prosa yang mengungkapkan sebagian kehidupan pelaku yang dianggap penting dan menarik.


2.2 Pengertian Tokoh

Dalam novel juga terdapat tokoh-tokoh yang diceritakan oleh pengarang. Yang dimaksud dengan tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai peristiwa cerita. Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan pengertian tokoh dalam karya sastra khususnya prosa cerita (novel, cerpen, hikayat, dongeng). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa yang namanya tokoh dalam karya sastra adalah sosok yang benar-benar mengambil peran dalam cerita tersebut. Atau kalau kita buat sebuah perbandingan, jika naskah tersebut akan dimainkan atau difilmkan, sosok tersebut membutuhkan aktor (pemain).

Dengan melihat definisi di atas, kita dapat melihat bahwa tokoh dalam cerita memiliki variasi fungsi atau peran mulai dari peran utama, penting, agak penting, sampai sekedar penggembira saja. Perbedaan peran inilah yang menjadikan tokoh mendapat predikat sebagai tokoh Utama (Sentral), tokoh Protagonis, Antagonis, peran pembantu utama (tokoh Andalan), tokoh tidak penting (Figuran), dan tokoh Penggembira (Lataran).

Mungkin kita sering menemukan tokoh-tokoh dalam cerita kartun Jepang, atau komik. Misalnya Ultraman, Satria Baja Hitam, atau Doraemon. Tokoh-tokoh tersebut hanya memiliki satu perwatakan. Ini adalah tokoh-tokoh sederhana, datar. Namun pasti kita perna melihat film Titanic, Troy, atau sinetron Intan di mana perwatakan tokoh-tokohnya disajikan secara lebih lengkap, memiliki perkembangan tokoh secara manusiawi ( bandingkan dengan tipe pertama tadi, seperti robot ). Tokoh-tokoh seperti ini sering disebut sebagai tokoh bulat, tokoh komplek.


2.3 Fungsi Tokoh

Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu Tokoh Sentral dan Tokoh Bawahan. Tokoh Sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.

Tokoh Sentral dibedakan menjadi dua, yaitu :

  1. Tokoh Sentral Protagonis.

Tokoh Sentral Protagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.

  1. Tokoh Sentral Antagonis.

Tokoh Sentral Antagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.

Sedang Tokoh Bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral.

Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu :

  1. Tokoh Andalan.

Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercataan tokoh sentral (protagonis atau antagonis).

  1. Tokoh Tambahan.

Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.

  1. Tokoh Lataran.

Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai

latar cerita saja.
















BAB III

METODOLOGI PENELITIAN


Menurut Arikunto (2002:6) penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif, artinya data dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskriptif fenomena, tidak dengan angka-angka atau koefisien tentang hubungan antara pararel. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar-gambar bukan angka.

Berdasarkan uraian diatas pendekatan penelitian yang tepat untuk novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Dengan alasan, pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis.


3.1 Sumber Data dan Data Penelitian.

Arikunto (1997:07) data dalam penelitian adalah subyek-subyek dari mana data diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah sebuah novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.


3.2 Cara Kerja Penelitian.

Adapun beberapa langkah-langkah kerja dalam penelitian ini meliputi :

  1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pembacaan secara menyeluruh dan berulang-ulang pada novel Laskar Pelangi dan melihat film nya, lalu membandingkan antar keduanya.

  2. Pengelompokan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengklasifikasikan data berdasarkan aspek penokohan yang diceritakan dalam novel dan yang dimainkan dalam film.

  3. Pengelompokan data dengan mengkolerasikan sitiap data dengan perbandingan penokohan antara novel dan film Laskar Pelangi. Selanjutnya dideskripsikan secara detail dengan disertai bukti, alasan dan contoh yang tepat melalui kutipan-kutipan.

  4. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan setelah data terkumpul dan diseleksi. Pengolahan data dilakukan dengan menarik simpulan secara induktif.


3.3 Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga metode sebagai berikut :

  1. Metode Babat yaitu metode yang dilakukan dengan cara membaca keseluruhan teks atau literatur yang menjadi obyek penelitian guna memahami isi yang terkandung didalamnya, serta membaca resensi-resensi yang ada tentang novel Laskar Pelangi, dan melihat film yang menceritakan Laskar Pelangi.

  2. Metode Deskripsi yaitu metode yang digunakan untuk memaparkan data yang telah dianalisis.

  3. Metode Study Pustaka yaitu metode yang digunakan untuk mencari, mengumpulkan data dan mengkaji secara mendalam buku-buku yang dijadikan bahan refrensi.


3.4 Anggaran Penelitian

Anggrarn penelitian terperinci sebagai berikut :

Adminitrasi Pendaftaran Rp. 300.000,-

Tranportasi Rp. 200.000,-

Pembelian Buku Rp. 350.000,-

Pengetikan dan Penjilidan Rp. 300.000,-

Adminitrasi Ujian Rp. 300.000,-

Foto Copy Rp. 250.000,-

Alat tulis dan Kertas Rp. 200.000,-

Lain-lain Rp. 200.000,-

Jumlah biaya Rp. 2.100.000,-









RAGANGAN HASIL PENELITIAN SEMENTARA


HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Permasalahan

1.2.1 Batasan Masalah

1.2.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.2 Tujuan Khusus

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1.4.2 Manfaat Praktis

1.5 Definisi Operasional

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Novel

2.2 Pengertian Tokoh

2.3 Fungsi Tokoh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    1. Sumber Data dan Data Penelitian

    2. Cara Kerja Penelitian

    3. Teknik Pengumpulan Data

BAB IV HASIL PENELITIAN

    1. Tokoh-tokoh yang ada dalam Novel Laskar Pelangi

    2. Penokohan yang dimainkan dalam film Laskar Pelangi

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA




























DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsami. 1997. Prosedur Penelitian. Jakarta : Reineka Cipta.

Arikunto, Suharsami. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta : Reineka Cipta.

Hirata, Andrea. 2002. Laskar Pelangi. Jakarta : Bentang.

Endras, Suwardi. 2003. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa.

http://www.masaguz.com/search/Profil+Andrea+Hirata+Â+Penerbitan+Buku

Askuri, Akhmad. 2002. Penuntun Belajar Kesusastraan Indonesia. Kediri

Powered By Blogger

AKU CINTA INDONESIA

AKU CINTA INDONESIA